Senin, 20 Oktober 2014
Kamis, 02 Mei 2013
THIS LOVE FOR YOU
THIS LOVE FOR YOU
oleh: Farhaul Aini
Liburan kuliah yang sangat berbeda nuansanya, biasanya Kevin berkeliling Eropa untuk menikmati berbagai macam indahnya dunia, kini ia mendarat di bandara Soekarno-Hatta, ya di Jakarta tepatnya, sudah lama sejak 5 tahun lalu ia tak pernah kembali, namun Berlin tidak mampu melupakan keindahan ibu kota indonesia ini, kesenangan ia relakan demi tugas yang berat menantinya, menemukan sesuatu yang akan membuat kebahagian. Hari ini Kevin akan menemui teman kecilnya bernama Elma, dari sebuah aparteman ia langsung keluar menuju Cafe. “hai, kamu Elma?” sapa Kevin kepada wanita itu “ya kamu Kevin?”wanita itu menjawab dengan sopan “betul sekali, kamu tidak pernah berubah ya ma, tetap cantik seperti dulu.” “ah dasar kamu, kamu juga ga berubah, tetap suka merayu seperti dulu.” “sebenarnya tujuan kamu ke Indonesia untuk liburan atau buat ketemu aku doang?”tanya Elma sambil menggoda “sebenarnya aku lagi cari seseorang, pengen ketemu kamu juga sih.” “tapi sekarang aku mau tunangan vin jadi kamu telat kalo mau melamar aku.” “oh ya hahaha, bagus kalo begitu, laku juga kamu.” asik mereka bercengkrama, ternyata waktu 5 tahun memisahkan mereka tidak mampu memudarkan keakraban diantara mereka. * * * Hari ini Kevin mengantar Elma menuju tempat Kuliahnya, hanya sekedar menghilangkan kebosanan di apartemen, karna ia tak mempunyai cukup banyak teman di Jakarta. “Ma nanti aku jemput kamu jam 9 ya” pesan singkat untuk Elma “okehh, jangan telat ya supir pribadiku” balas Elma Sampai di Kampus Elma, Kevin mengantar Elma menuju kelas “vin, kamu ga usah antar aku sampai kelas nanti kalo calon tunangan aku tau gimana, nanti aku bisa batal tunangan lagi.” “tenang aja, kan kamu bisa jelasin, aku kan sahabat kamu jadi harus tau calon suami kamu nanti, kalau gak lebih cakep dari aku, kamu harus putusin.” “oke oke kalo kamu maksa, tapi kamu harus tau cakepan dia dari pada kamu.” KAMPUS BANGSA NEGARA Itulah tujuan Kevin disinilah ia akan bertemu orang itu, dan mengakhiri semua. “vin aku langsung masuk kelas ya, dan kamu langsung pulang sanah, jangan ngecengin mahasiswi sini, nanti mereka jadi galau ditinggalin kamu.” “siap Nona cantik.” Inilah saatnya, keliling menelusuri dimana ia berada. Lelah Kevin mencari namun ia tak menemukannya. Rupanya sedari tadi ia diawasi oleh penjaga kampus “maaf ada yang bisa saya bantu?” “oh ya bapak kenal pak Arya, kalo gasalah dia katanya dosen disini.” “betul pak, kebetulan pak Arya tidak mengajar kalo hari selasa, tapi biasanya dia jemput non Elma kesini.” “Elma Citra Kirana?” “iya betul mas, calon tunangan mas Arya.” “oh yasudah makasih pak.” Kenapa bisa terjadi, kenapa harus Arya, apakah cinta Arya untuk Fara sudah hilang dan kenapa untuk Elma? “ pernyataan itu mengelilingi otak kepala Kevin, yang sepertinya ia tak mempercayainya Dibalik sedan hitamnya ia menunggu, melihat apakah itu benar nyata. dan setelah jam kuliah Elma selesai, ia berjalan menuju tempat parkir bersama seorang Pria, yang berperawakan tinggi, kulit putih, itulah yang bisa Kevin lihat dari kejauhan, namun itu memang benar Arya, lelaki yang sudah lama ia cari dan menunggu, akhirnya ia menemukannya. Ketika itu berjalanlah seorang laki-laki berperawakan tinggi dan sempurnanya, kemeja coklat yang terlihat mewah itu membaluti tubuhnya, dasi yang melingkar dilehernya membuat ia terlihat sangat berwibawa, senyumnya membalut wajahnya, terlihat ramahnya kepada wanita yang sedang bersamanya yang tak lain adalah Elma. “hari ini aku harus mengakhirinya, dia harus tau.” Desah Kevin dalam hatinya Pelan-pelan Kevin mendekati Pria itu, nampaknya ia ragu untuk menyelesaikan ini, namun tak lama iapun memberanikan diri “saya adik dari Fara, masih ingat Fara kan, tentu kamu masih ingat kan?” nama itu seakan-akan menjeritakan hati Arya, dia yang selama ini sudah menguburkan nama Fara dipikirannya kini kembali mengelilingi otaknya. Ekspresi dari muka Aryapun beragam saat mendengar nama itu, terlihat ada rasa benci, marah, kecewa, namun salah satu sudut matanya masih terlihat cinta yang ada. “saya sudah melupakannya dan saya tidak ingin mengingatnya lagi.” “kenapa begitu, bukankah kamu sangat mencintai dia, walaupun aku tidak pernah tau kamu tapi fara sering cerita, kalau kalian saling mencintai, bukankah kalian berencana menikah, jika kamu benar benar melupakannya, kamu benar-benar laki-laki tak tau diri“ Elma terlihat bingung dengan apa yang terjadi, “Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa itu Fara? Menikah apa kamu punya janji menikahi orang lain selain aku ya?” “jadi ma, tunanganmu ituu..” belum selesai Kevin berbicara, rupanya gumpalan tangan yang keras menghantam pipi kanannya, sampai bibirnya mengeluarkan darah.” “selesaikan hanya kita berdua, cafe millo besok.” Diam-diam Arya membisikan kata pada Kevin Kevinpun pergi dengan menahan rasa sakit dibibirnya, tanpa mempedulikan Elma yang sedari tadi ingin sekali mengetau yang sebenarnya. “Ada apa sebenarnya ini, tolong jelaskan Arya.” Arya hanya terdiam, dalam situasi yang membingungkan pikirannya tak berfungsi dengan baik. Elma menggerutu di mobil sampai tak sadar Arya telah membawanya sampai di depan rumahnya. Lelah berbicara sendiri tanpa Arya hiraukan, Elmapun merasa kesal dan tidak berbicara apapun saat turun dari mobil meninggalkan Arya. tatapan kosong Arya terlihat jelas dari sudut matanya, memandang ke arah sudut kamarnya terlihat cahaya matahari tenggelam dari sudut jendela, dalam pikirannya terlihat masa lalu yang indah bersama Fara, pertunangan yang telah terangkai, dan sosok yang pergi tanpa kabar, semuanya menggilakan pikiran dalam benak Arya. *** Sabtu, 26 mei cafe Millo Terlihat di salah satu sudut dekat jendela, pria yang sudah menunggunya, segera tanpa terfikirkan Aryapun langsung duduk di depannya “kau harus menemui Fara.” Ucapnya langsung saat Arya baru duduk dikursi “untuk apa?” “Fara membutuhkanmu.” “selama ini aku mencarinya, aku bekerja keras untuk mendapatkan uang hanya untuk menyusulnya ke Jerman, saat satu langkah aku ingin terbang ke Jerman, dia memutuskan hubungannya denganku, dengan alasan dia tak mencintaiku lagi, dan aku rasa Fara tidak membutuhkanku lagi.” “Arya ada satu hal yang harus kamu tau, Fara mengalami kecelakaan saat kamu sedang mengadakan tour ke Jepang, dan kecelakaan itu membuat Fara kehilangan kedua matanya, dia ga bisa melihat lagi, Fara sangat terpukul saat mengetaui kondisinya, ia memutuskan tinggal di Jerman bersama Ibu dan Ayah disana.” “lalu dia melupakan dan meningglkan aku disini?” “dia ga ingin mengecewakanmu dengan kondisi dia sekarang, kau tau betapa dia sangat mencintimu dalam kondisinya yang sekarang, hobbynya adalah melukis, dia belajar dari salah satu teman Ayah yang selalu mengajarkan tunanetra agar bisa berbakat, dia selalu menggambar dirimu, dia juga selalu bercerita tentangmu, tiap hari tanpa bosan aku mendengarnya, impiannya ketika ia bisa melihat lagi adalah melihat kamu bahagia Arya” Hati Arya benar-benar merasa kasihan pada Fara, wanita yang sebenarnya masih sangat ia cintai harus mengalami penderitaan yang hebat. “Apa yang harus aku lakukan untukknya?” “kembalilah Arya untuknya, aku ingin melihat kebahagiannya sempurna dengan kembalinya kamu dengan dia, kamu tidak perlu hawatir minggu depan dia sudah mendapatkan donor mata, dan itu pasti melengkapi kebahagian kalian.” “kenapa kamu yakin aku akan kembali pada Fara?” “Arya semua cerita Fara sudah membuktikan dan aku sangat yakin cinta yang tulus itu tidak akan hilang dalam sekejap.” “cintaku untuk Fara memang tak pernah hilang sampai sekarang tapi aku gabisa ninggalin Elma, dia wanita yang memulihkanku saat aku terpuruk.” “aku tau itu akan sulit buat kamu memilih, tapi kamu pasti bisa menjelaskan ini pada Elma.” “tidak perlu dijelaskan, aku mengerti, maaf Arya aku juga butuh cinta yang tulus dari seorang laki-laki, dan hati kamu ternyata hanya untuk Fara.” “Elma?” dua laki-laki itu terkejut saat mereka mengetahui dibelakang adaseorang wanita yang memang penampilannya sangat berbeda dari biasanya, Elma sedari tadi menguping pembicaraan mereka tanpa sidekahui. Elmapun pergi, meninggalkan Arya dan Kevin, namun saat Arya mencoba bangkit dan mengejar Elma, Kevinpun menahannya. “dia wanita yang berfikir dewasa, dia akan mengerti.” Arya tidak selangkahpun mengejarnya *** 14 juni Berlin- Jerman Cahaya terang terlihat dari yang tadinya gelap gulita, terliahat remang-remang seorang yang ada disekitarnya dan akhirnya terbuka dengan jelas keruman agak banyak orang disekitarnya, terlihat Ibu dan wajah Ayahnya yang rupanya baru ia lihat, Ayah yang selama ini tak disangka sangat menyayangi Fara. Kevin dengan senyuman lebarnya menyambut Fara dengan dunia barunya, ada sebuah lengan yang membalutnya, mencium keningnya dan berkata “ jangan tinggalkan aku lagi.” Saat Fara melihatnya terpancar kebahagian yang tampak dari wajahnya lelaki yang selama ini akhirnya membuatnya bahagia.
Liburan kuliah yang sangat berbeda nuansanya, biasanya Kevin berkeliling Eropa untuk menikmati berbagai macam indahnya dunia, kini ia mendarat di bandara Soekarno-Hatta, ya di Jakarta tepatnya, sudah lama sejak 5 tahun lalu ia tak pernah kembali, namun Berlin tidak mampu melupakan keindahan ibu kota indonesia ini, kesenangan ia relakan demi tugas yang berat menantinya, menemukan sesuatu yang akan membuat kebahagian. Hari ini Kevin akan menemui teman kecilnya bernama Elma, dari sebuah aparteman ia langsung keluar menuju Cafe. “hai, kamu Elma?” sapa Kevin kepada wanita itu “ya kamu Kevin?”wanita itu menjawab dengan sopan “betul sekali, kamu tidak pernah berubah ya ma, tetap cantik seperti dulu.” “ah dasar kamu, kamu juga ga berubah, tetap suka merayu seperti dulu.” “sebenarnya tujuan kamu ke Indonesia untuk liburan atau buat ketemu aku doang?”tanya Elma sambil menggoda “sebenarnya aku lagi cari seseorang, pengen ketemu kamu juga sih.” “tapi sekarang aku mau tunangan vin jadi kamu telat kalo mau melamar aku.” “oh ya hahaha, bagus kalo begitu, laku juga kamu.” asik mereka bercengkrama, ternyata waktu 5 tahun memisahkan mereka tidak mampu memudarkan keakraban diantara mereka. * * * Hari ini Kevin mengantar Elma menuju tempat Kuliahnya, hanya sekedar menghilangkan kebosanan di apartemen, karna ia tak mempunyai cukup banyak teman di Jakarta. “Ma nanti aku jemput kamu jam 9 ya” pesan singkat untuk Elma “okehh, jangan telat ya supir pribadiku” balas Elma Sampai di Kampus Elma, Kevin mengantar Elma menuju kelas “vin, kamu ga usah antar aku sampai kelas nanti kalo calon tunangan aku tau gimana, nanti aku bisa batal tunangan lagi.” “tenang aja, kan kamu bisa jelasin, aku kan sahabat kamu jadi harus tau calon suami kamu nanti, kalau gak lebih cakep dari aku, kamu harus putusin.” “oke oke kalo kamu maksa, tapi kamu harus tau cakepan dia dari pada kamu.” KAMPUS BANGSA NEGARA Itulah tujuan Kevin disinilah ia akan bertemu orang itu, dan mengakhiri semua. “vin aku langsung masuk kelas ya, dan kamu langsung pulang sanah, jangan ngecengin mahasiswi sini, nanti mereka jadi galau ditinggalin kamu.” “siap Nona cantik.” Inilah saatnya, keliling menelusuri dimana ia berada. Lelah Kevin mencari namun ia tak menemukannya. Rupanya sedari tadi ia diawasi oleh penjaga kampus “maaf ada yang bisa saya bantu?” “oh ya bapak kenal pak Arya, kalo gasalah dia katanya dosen disini.” “betul pak, kebetulan pak Arya tidak mengajar kalo hari selasa, tapi biasanya dia jemput non Elma kesini.” “Elma Citra Kirana?” “iya betul mas, calon tunangan mas Arya.” “oh yasudah makasih pak.” Kenapa bisa terjadi, kenapa harus Arya, apakah cinta Arya untuk Fara sudah hilang dan kenapa untuk Elma? “ pernyataan itu mengelilingi otak kepala Kevin, yang sepertinya ia tak mempercayainya Dibalik sedan hitamnya ia menunggu, melihat apakah itu benar nyata. dan setelah jam kuliah Elma selesai, ia berjalan menuju tempat parkir bersama seorang Pria, yang berperawakan tinggi, kulit putih, itulah yang bisa Kevin lihat dari kejauhan, namun itu memang benar Arya, lelaki yang sudah lama ia cari dan menunggu, akhirnya ia menemukannya. Ketika itu berjalanlah seorang laki-laki berperawakan tinggi dan sempurnanya, kemeja coklat yang terlihat mewah itu membaluti tubuhnya, dasi yang melingkar dilehernya membuat ia terlihat sangat berwibawa, senyumnya membalut wajahnya, terlihat ramahnya kepada wanita yang sedang bersamanya yang tak lain adalah Elma. “hari ini aku harus mengakhirinya, dia harus tau.” Desah Kevin dalam hatinya Pelan-pelan Kevin mendekati Pria itu, nampaknya ia ragu untuk menyelesaikan ini, namun tak lama iapun memberanikan diri “saya adik dari Fara, masih ingat Fara kan, tentu kamu masih ingat kan?” nama itu seakan-akan menjeritakan hati Arya, dia yang selama ini sudah menguburkan nama Fara dipikirannya kini kembali mengelilingi otaknya. Ekspresi dari muka Aryapun beragam saat mendengar nama itu, terlihat ada rasa benci, marah, kecewa, namun salah satu sudut matanya masih terlihat cinta yang ada. “saya sudah melupakannya dan saya tidak ingin mengingatnya lagi.” “kenapa begitu, bukankah kamu sangat mencintai dia, walaupun aku tidak pernah tau kamu tapi fara sering cerita, kalau kalian saling mencintai, bukankah kalian berencana menikah, jika kamu benar benar melupakannya, kamu benar-benar laki-laki tak tau diri“ Elma terlihat bingung dengan apa yang terjadi, “Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa itu Fara? Menikah apa kamu punya janji menikahi orang lain selain aku ya?” “jadi ma, tunanganmu ituu..” belum selesai Kevin berbicara, rupanya gumpalan tangan yang keras menghantam pipi kanannya, sampai bibirnya mengeluarkan darah.” “selesaikan hanya kita berdua, cafe millo besok.” Diam-diam Arya membisikan kata pada Kevin Kevinpun pergi dengan menahan rasa sakit dibibirnya, tanpa mempedulikan Elma yang sedari tadi ingin sekali mengetau yang sebenarnya. “Ada apa sebenarnya ini, tolong jelaskan Arya.” Arya hanya terdiam, dalam situasi yang membingungkan pikirannya tak berfungsi dengan baik. Elma menggerutu di mobil sampai tak sadar Arya telah membawanya sampai di depan rumahnya. Lelah berbicara sendiri tanpa Arya hiraukan, Elmapun merasa kesal dan tidak berbicara apapun saat turun dari mobil meninggalkan Arya. tatapan kosong Arya terlihat jelas dari sudut matanya, memandang ke arah sudut kamarnya terlihat cahaya matahari tenggelam dari sudut jendela, dalam pikirannya terlihat masa lalu yang indah bersama Fara, pertunangan yang telah terangkai, dan sosok yang pergi tanpa kabar, semuanya menggilakan pikiran dalam benak Arya. *** Sabtu, 26 mei cafe Millo Terlihat di salah satu sudut dekat jendela, pria yang sudah menunggunya, segera tanpa terfikirkan Aryapun langsung duduk di depannya “kau harus menemui Fara.” Ucapnya langsung saat Arya baru duduk dikursi “untuk apa?” “Fara membutuhkanmu.” “selama ini aku mencarinya, aku bekerja keras untuk mendapatkan uang hanya untuk menyusulnya ke Jerman, saat satu langkah aku ingin terbang ke Jerman, dia memutuskan hubungannya denganku, dengan alasan dia tak mencintaiku lagi, dan aku rasa Fara tidak membutuhkanku lagi.” “Arya ada satu hal yang harus kamu tau, Fara mengalami kecelakaan saat kamu sedang mengadakan tour ke Jepang, dan kecelakaan itu membuat Fara kehilangan kedua matanya, dia ga bisa melihat lagi, Fara sangat terpukul saat mengetaui kondisinya, ia memutuskan tinggal di Jerman bersama Ibu dan Ayah disana.” “lalu dia melupakan dan meningglkan aku disini?” “dia ga ingin mengecewakanmu dengan kondisi dia sekarang, kau tau betapa dia sangat mencintimu dalam kondisinya yang sekarang, hobbynya adalah melukis, dia belajar dari salah satu teman Ayah yang selalu mengajarkan tunanetra agar bisa berbakat, dia selalu menggambar dirimu, dia juga selalu bercerita tentangmu, tiap hari tanpa bosan aku mendengarnya, impiannya ketika ia bisa melihat lagi adalah melihat kamu bahagia Arya” Hati Arya benar-benar merasa kasihan pada Fara, wanita yang sebenarnya masih sangat ia cintai harus mengalami penderitaan yang hebat. “Apa yang harus aku lakukan untukknya?” “kembalilah Arya untuknya, aku ingin melihat kebahagiannya sempurna dengan kembalinya kamu dengan dia, kamu tidak perlu hawatir minggu depan dia sudah mendapatkan donor mata, dan itu pasti melengkapi kebahagian kalian.” “kenapa kamu yakin aku akan kembali pada Fara?” “Arya semua cerita Fara sudah membuktikan dan aku sangat yakin cinta yang tulus itu tidak akan hilang dalam sekejap.” “cintaku untuk Fara memang tak pernah hilang sampai sekarang tapi aku gabisa ninggalin Elma, dia wanita yang memulihkanku saat aku terpuruk.” “aku tau itu akan sulit buat kamu memilih, tapi kamu pasti bisa menjelaskan ini pada Elma.” “tidak perlu dijelaskan, aku mengerti, maaf Arya aku juga butuh cinta yang tulus dari seorang laki-laki, dan hati kamu ternyata hanya untuk Fara.” “Elma?” dua laki-laki itu terkejut saat mereka mengetahui dibelakang adaseorang wanita yang memang penampilannya sangat berbeda dari biasanya, Elma sedari tadi menguping pembicaraan mereka tanpa sidekahui. Elmapun pergi, meninggalkan Arya dan Kevin, namun saat Arya mencoba bangkit dan mengejar Elma, Kevinpun menahannya. “dia wanita yang berfikir dewasa, dia akan mengerti.” Arya tidak selangkahpun mengejarnya *** 14 juni Berlin- Jerman Cahaya terang terlihat dari yang tadinya gelap gulita, terliahat remang-remang seorang yang ada disekitarnya dan akhirnya terbuka dengan jelas keruman agak banyak orang disekitarnya, terlihat Ibu dan wajah Ayahnya yang rupanya baru ia lihat, Ayah yang selama ini tak disangka sangat menyayangi Fara. Kevin dengan senyuman lebarnya menyambut Fara dengan dunia barunya, ada sebuah lengan yang membalutnya, mencium keningnya dan berkata “ jangan tinggalkan aku lagi.” Saat Fara melihatnya terpancar kebahagian yang tampak dari wajahnya lelaki yang selama ini akhirnya membuatnya bahagia.
-selesai-
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerpen Cinta
dengan judul THIS LOVE FOR YOU. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http:// rahmamauliddyah10.blogspot.com/2013/05/this-love-for-you.html Terima kasih!
Hening di Ujung Senja
Hening di Ujung Senja
Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja. Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?“Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau Toba,” katanya memperkenalkan diri. Wau, kataku dalam hati. Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,” katanya melanjutkan. Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya. “Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual. Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.
“Rumah kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku. Ia mengangguk. “Kalau begitu, kau si Tunggul?”
“Ya,” jawabnya dengan wajah yang mulai cerah.
Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan. “Jangan biarkan orang lain menduduki tanahmu. Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan. “Kita sudah sama tua. Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.”
“Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.
Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun. Pembicaraan sesama kakak-beradik tidak tiba pada kesimpulan. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Dan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat lainnya. Kudapati ia terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen. Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang. Beginilah keadaanku. Sudah berbulan-bulan.” Agak sulit baginya berbicara. Dadanya tampak sesak bernapas. Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.
Dalam kesibukan, waktu jua yang memberi kabar. Seorang kerabat dekat, waktu berjumpa di Jakarta, berbisik padaku, “Tunggul sudah tiada, pada usia yang ke-67.”
“Oh, Tuhan,” kataku kepada diriku sendiri. Kami lahir dalam tahun yang sama. Sebelum segala sesuatu rencana terwujud, usia telah ditelan waktu! Giliranku? bisikku pada diriku.
***
Rendi selalu datang dalam mimpi. Diam-diam, lalu menghilang. Dahulu ia teman sekantor. Tetapi, karena mungkin ingin memperbaiki nasib, ia mengirim istrinya ke Amerika, justru ingin mengadu nasib. Ia menyusul kemudian, dengan meninggalkan pekerjaan tanpa pemberitahuan. Lewat Bali, Hawaii, ia sampai ke California. Di negeri penuh harapan ini ia memulai kariernya yang baru, bangun subuh dan mengidari bagian kota, melempar-lemparkan koran ke rumah-rumah. Entah apalagi yang dilakukannya, demi kehidupan yang tidak mengenal belas kasihan.
Setahun berada di sana, ia kehilangan istrinya, derita yang membawa duka karena kanker payudara. Sepi merundung hidupnya, di tengah keramaian kota dan keheningan pagi dan senja, membuatnya resah. Barangkali hidup tidak mengenal kompromi. Kerja apa pun harus dilakukan dengan patuh. Tetapi usia yang di atas enam puluhan itu cukup melelahkan untuk bertahan hidup. Tiada kawan untuk membantu. Semua bertahan hidup harus berkejaran dengan waktu. Dari agen koran subuh, sampai rumah jompo dari siang sampai senja, lalu pulang ke apartemen, merebahkan diri seorang diri, sampai waktu mengantar subuh dan mengulangi ritual siklus kehidupan.
Dari kesunyian hati itu, ia cuti ke tanah air, untuk mencari teman hidup pada usia senja.
Tetapi, dalam kesunyian di tanah air, ia mengembara seorang diri, dengan bus dan kereta api. Seperti seorang turis, suatu senja, entah serangan apa yang mendera dadanya, barangkali asmanya kumat. Ia terkulai di ruang hajat. Di sebuah stasiun kereta, petugas mencoba membuka kamar toilet. Menemukan kawan itu dalam keadaan tidak bernyawa. Identitas diketahui dengan alamat di Los Angeles. Petugas stasiun menghubungi nama yang tertera di Los Angeles. Dari Los Angeles datang telepon ke alamat di Bandung. Dari Bandung berita disampaikan kepada anaknya, tetapi kebetulan sedang ke Paris. Jenazah dibawa ke rumah anaknya, dan dimakamkan kerabat dekat yang ada di kota “Y”.
Tragis, pada usia ke-64 itu, ia mengembara jauh merajut hidup, tapi ia berhenti dalam kesepian, jauh dari kenalan dan kerabat. Beberapa kenalan saja yang menghantarnya ke tempat istirah.
Terlalu sering ia datang di dalam mimpi yang membuatku galau.
***
Beberapa waktu kemudian, aku mendapat SMS. Aku berhenti di pinggir jalan ramai dan mencoba membaca berita yang masuk.
Lusiana baru saja meninggal dunia. Tutup usia menjelang ulang tahun ke-61.
Besok akan dimakamkan. Kalau sempat, hadirlah.
Lusiana seorang sekretaris eksekutif yang hidup mati demi kariernya. Ia lupa kapan ia pernah disentuh rasa cinta, sampai cinta itu pun ditampiknya. Menjelang usia renta, ia menyaksikan ayah dan ibunya satu demi satu meninggalkan hidup yang fana. Juga abangnya, pergi mendadak entah menderita penyakit apa. Karier tidak meninggalkan bekas. Tidak ada ahli waris. Kawan-kawan meratapinya, dan melepasnya dalam kesunyian hati.
Hening di atas nisannya. Burung pun enggan hinggap dekat pohon yang menaungi makamnya.
Tidak biasa aku berlibur dengan keluarga. Kepergian ini hanyalah karena anak yang hidup di tengah keramaian Jakarta, yang berangkat subuh dan pulang menjelang tengah malam dari kantornya. Ada kejenuhan dalam tugasnya yang rutin, membuat ia mengambil keputusan libur ke Bali bersama orang tua. Aku yang terbiasa masuk kantor dan pulang kantor selama puluhan tahun, kerapkali lupa cuti karena tidak tahu apa yang harus dilakukan waktu cuti. Dan kini, aku duduk di tepi laut Hindia, menyaksikan ombak memukul-mukul pantai, dan sebelum senja turun ke tepi laut, matahari memerah dan bundar, cahaya keindahan Tuhan, sangat mengesankan ratusan orang dari pelbagai bangsa terpaku di atas batu-batu.
Tiba-tiba ada dering di HP istriku, sebuah SMS dengan tulisan:
Tan, Ibu Maria baru saja meninggal dunia. Kasihan dia. Di dalam Kitab Sucinya banyak mata uang asing.
Ibu Maria menyusul suaminya yang sudah bertahun-tahun meninggal dunia, dalam usianya yang ke-72. Ia pekerja keras sepeninggal suaminya yang dipensiunkan sebelum waktunya. Suaminya meninggal dalam usia ke-67 saat anaknya berpergian ke luar negeri dan tidak hadir ketika penguburannya.
Ibu Maria meninggal mendadak.
***
Aku baru saja menerima telepon dari kakakku yang sulung, dalam usianya yang ke-78. Kudengar suaranya gembira, walaupun aku tahu sakitnya tidak kunjung sembuh. Kalimat terakhirnya dalam telepon itu berbunyi: Tetaplah tabah, Dik. Kamu dan anak-anakmu, semua anak cucuku dan buyut, supaya mereka tetap sehat….
Dan tadi pagi, aku teringat. Usia menjelang ke-70, walaupun sebenarnya belum sampai ke situ, aku bertanya-tanya kepada diriku, jejak mana yang sudah kutoreh dalam hidup ini, dan jejak-jejak apakah yang bermakna sebelum tiba giliranku?
Aku tepekur.
Hening di ujung senja.
Selasa, 05 Maret 2013
KEBAHAGIAAN MENDATANGKAN KESEDIHAN
KEBAHAGIAAN MENDATANGKAN KESEDIHAN
oleh: Theresia Rahayu Utami
Awal ku mengenal seorang cowok dimulai dari persahabatan dan kejadian ini terjadi pada tahun 2009... Dan saat pertemuan itu berkumpul bersama teman-teman...
Saatnya terbangun ku mendengar suara kicauan burung memanggil ku...
aku duduk di serambi depan rumah..
melihat taman bunga yang indah dan pohon-pohon di sekelilingku...
Kuambil secarik kertas untuk menulis pesan untuk keluargaku, ku langsung beranjak pergi mempersiapkan diri melangkah setiap langkah ku...
Walaupun hati tidak siap untuk meninggalkan semua kenangan senang, sedih dan bahkan menyesakkan hatiku yang ada selama ini, tapi aku siap untuk memulai hidupku...
Berawal dari persahabatan ku sangat lama ku jalani, Rafael seorang teman yang sangat akrab sebelumnya dengan temanku... dan tidak menyangka dari persahabatan mereka menimbulkan suatu keraguan dalam hatiku. Bahkan pikiran ku memulai untuk menanyakan beberapa pertanyaan untuk temannya, tapi aku tidak siap untuk mengatakannya mungkin aku butuh waktu untuk itu.
Ternyata dari keraguan itu.. yang menimbulkan aku semakin dekat dengan Rafael.
Tiba-tiba Rafael menelpon aku dan mengajak aku untuk pergi ke Mal terdekat daerah rumah kita.
Dengan senyum malu aku menjawab "ya".
20 menit Rafael datang untuk menjemput ku dan segera kita berangkat, dengan senangnya Rafael menyambut ku dan meraih tanganku untuk memeluk badan nya.
"Ayo, pegang badan ku yang erat karena aku mau kencang mengendarai motorku"... tanya Rafael kepadaku.
"O ya jangan takut aku pegang erat badan kamu," jawabku, walaupun dengan malu nya aku menjawab.
Seiring berjalannya... sampai tujuan kita langsung ke tempat makanan...
"Kamu sudah makan...?" tanya Rafael kepadaku.
"Ayo kita makan," jawabku.
Siap memilih menu kita masing-masing.
Sambil menunggu makanan tiba, memulai untuk obrolan... Tatapan Rafael yang penuh arti dan aku membalasnya dengan senyuman.
Tiba-tiba... makanan datang... dan siap santap makanan ini.
"Ehhmm enaknya makanan ini ya," kataku.
Tiba-tiba teman-temannya Rafael datang dan menghampiri kita untuk bergabung. Semakin seru dan suasana semakin ramai.
"Asyiknya berkumpul di tempat ini ya..???" kataku.
Waktu semakin larut malam. Segera kita meninggalkan tempat dan bergegas untuk pulang.
Terbaring nya aku di tempat tidur sambil mendengarkan musik. Dan siap untuk tidur...
Perlahan-lahan aku membuka hatiku untuk Rafael.
Mengenal keluarganya Rafael dan mereka pun menyambut ku dengan senyuman.
"Silahkan duduk", sapa mamah nya Rafael.
"Iya bu" jawabku.
Dengan sopan mamah nya menyapa aku. Dengan berjalannya waktu semakin larut malam aku berkunjung di rumah Rafael.
"O ya aku pulang dulu ya, sudah larut malam nih", kataku.
"Terima kasih ya sudah datang", jawab mereka.
Seiring waktu aku bersama Rafael, semakin hari semakin dekat kita berdua...
"Hai Res, besok kamu ada acara kemana..?" tanya Rafael kepadaku.
"Tidak kemana-mana, memang kenapa..?" jawabku.
Dari pertanyaan itu yang membuat aku semakin bingung untuk menjawabnya, dengan tangkas nya aku menjawab "boleh".
Tersenyum lebar Rafael kepadaku. Pergi ke suatu restoran tak jauh dari rumah kita, dan Rafael memilih tempat makan yang bagus dan suasana yang sangat romantis. Dengan suasana tempat yang di sekeliling nya bunga-bunga dan ada satu lilin diatas meja makan kita.
"Indah sekali tempat ini" tanyaku. Rafael menyiapkan ini semua untukku..
Dengan iringan musik yang indah dan membuat suasana kita semakin hangat. Tak luput dari pembicaraan kita ada tawa dan senda gurau.
Hening sejenak..
Rafael terima telepon dari teman dekatnya, dan mengundang temannya untuk datang di acara makan malam bersama...
Selesai makan, kita semua bermain bilyard dengan pasangan kita masing-masing. Seru dan ramai kita saling berlomba... dari bermain bilyard tidak sengaja aku melihat tatapan Rafael tertuju kepadaku. Dengan segera Rafael pasang muka penuh malu dan merah. Aku memberanikan diri untuk menghampirinya, tersenyum lah Rafael kepadaku. Diantara teman-temannya memperhatikan kita berdua... dan mereka pun ikut bersorak-sorai dengan sambutan mereka yang membuat kita tertawa lebar.
Dengan lelahnya aku bermain, aku berusaha untuk duduk dan minum sejenak.
Tiba-tiba Rafael menghampiri ku, dan mengatakan sesuatu yang penting.
Dengan bisik-bisik Rafael berbicara denganku...
"Aku suka sama kamu", tanya Rafael kepadaku.
Butuh waktu aku menjawab itu..
"Bagaimana ya..??" jawabku.
Tak secepat itu aku menjawab ya, tidak sabar Rafael menunggu jawabanku.
Seringnya kita bersama.. dan hampir semua tempat kita kunjungi...
Suasana yang berbeda, tiba-tiba ide dari Cumi untuk membuat acara bakar ayam di rumahnya. Aku bersama cewek nya Cumi menyiapkan beberapa nasi dan minuman. Dan laki-laki nya menyiapkan arang-arang nya, untuk ayamnya segera dibakar. Berharap ayamnya segera selesai..
Sambil menunggu ayamnya matang, Rafael berusaha menghibur Res dengan menyanyi sambil bermain gitar penuh semangat dan gembira...
Segera ayam disantap dan menikmati suasana malam yang sejuk dan dingin.. dan melihat bintang-bintang yang indah.
"Mantap sekali ayam ini ya," kataku. Dengan lahap nya mereka menyantap ayam yang masih hangat.
Hari semakin cepat berganti dan waktu semakin berubah setiap detik nya...
Tidak kusangka pertemanan kita semakin akrab dan berlanjut lama..
Buat kejutan untuk Rafael, selesai aku pulang dari kuliah.. aku berusaha untuk telepon Rafael.
Ternyata Rafael yang mengangkat teleponnya,
"Hai Rafael, nanti sore aku mau kamu datang ke rumahku...??" tanyaku.
"Ya boleh" jawab Rafael.
Dengan segera aku persiapan diri untuk mandi. Mamah ku menyapa ku dengan wajah yang penasaran... Selesainya aku mandi... tak lama Rafael datang dan menunggu ku di teras depan rumahku. Segera Mamah ku menyapanya dan mengobrol dengan Rafael. Dari pembicaraan mereka terdengar dari kamar ku.. Penuh curiga aku segera keluar dan bertemu dengan Rafael dan mamah ku. Tak lama kemudian mamah ku meninggalkan kita berdua, sambil menunggu waktu.. aku menyiapkan minuman dan makanan.
Tidak mengerti apa yang dibicarakan Refael tentang dirinya, dengan pasang wajah yang serius... Tapi aku membalasnya dengan wajah yang lucu agar suasana tidak tegang. Ternyata dari pembicaraan itu yang membuat aku semakin penasaran dan ragu. Tetapi aku berusaha untuk tenang.. sambil Rafael memegang tanganku penuh erat dan tatapan yang tidak sanggup untuk mengatakan kepadaku...
Sekian lama aku menunggu dari sebuah jawaban...
Tak lama aku berpikir panjang... untuk datang dan mencari tahu dari teman dekatnya.
Mudah-mudahan dari penasaran ku, aku dapat jawaban yang membuat hatiku lega.
"Hai Cumi... apa kabar..??" tanyaku. Dengan pasang wajah yang kaget Cumi menyapa ku.
"Hai.. Aku baik-baik aja Res, tumben kamu main ke tempatku," Jawab Cumi.
Dipersilakan duduk aku di ruang tamunya. Mungkin ini terlalu berani aku bicara dengan Cumi... berapa menit kemudian cewek nya Cumi datang dan menyambut ku...
Cewek nya Cumi bertanya kepadaku...
"Res kamu tumben datang ke sini.. ada apa ya..??"
Aku mau bicara sesuatu tentang Rafael, jawabku.
Dari obrolan kita bertiga semakin menegangkan.. ternyata dari obrolan Rafael dengan mamah ku yang membuatku kaget.
"Apakah ini benar..??" jawabku.
Ternyata mamah ku tidak suka dengan Rafael. Dan supaya Rafael meninggalkan aku.
Kenapa ini bisa terjadi aku mencintai seseorang tetapi.... ??
Bahkan aku berusaha untuk lebih dekat dengan Rafael.. agar dari cerita ini semua, tidak membuat aku jauh dari Rafael. Aku akan berusaha memberikan semangat untuknya...
"Bagaimana hubungan aku berikutnya dengan Rafael...??" Cumi dan cewek nya berusaha untuk menenangkan aku juga.
Memberikan waktu untuk berpikir antara Res dan Rafael...
Pertemuan aku tiba-tiba dengan Rafael.. dengan tempat yang sama sewaktu aku kenal Rafael pertama kali.
"Kamu mau minum apa...?" tanyaku.
"Es kelapa aja," jawab Rafael. Tatapan Rafael yang penuh penasaran dan tanda tanya..
"Ada apa sebenarnya Res..??" tanya Rafael.
"Hmmm..." jawabku.
Aku berusaha dengan tenang untuk menjelaskan ini semua dengan Rafael.
"Sebelumnya aku minta maaf, aku sudah sayang sama kamu tapi...??"
Rafael memegang tangan Res dan untuk segera mengatakan nya.
Hening sejenak sambil menahan nafas perlahan-lahan...
"Rafael sepertinya kita sampai disini aja hubungan kita," kataku.
Tidak menyangka dari pikiran Rafael secara tiba-tiba. Mataku berbinar-binar, sedikit demi sedikit aku menitiskan air mata.
Diambilnya tisu dan segera Rafael mengusap air matanya Res.
"Kenapa ini bisa terjadi..?" kata Rafael.
"Akupun sudah bahagia bersama kamu Rafael", jawabku.
"Mungkin ini sudah jalan terbaik buat kita...", kataku.
Dari pertama kali Rafael berbicara dengan mamahku. Akupun sudah tahu.. tapi aku butuh waktu untuk membicarakannya ini semua dengan Rafael.
Kemungkinan aku saja yang menyudahi hubungan ini.
Hai Res.. kenapa kamu mesti menangis..??” tanya Rafael kepadaku.
Ku terdiam dan tidak bisa menjawab apa-apa lagi.
Kita bisa berteman kan..?? jawabku.
"Walaupun kita sudah tidak ada hubungan lagi, tapi kita bisa bertemu lagi kan..." kataku.
Ternyata kebahagiaan yang kita miliki belum tentu juga untuk selamanya..
Read More..
oleh: Theresia Rahayu Utami
Awal ku mengenal seorang cowok dimulai dari persahabatan dan kejadian ini terjadi pada tahun 2009... Dan saat pertemuan itu berkumpul bersama teman-teman...
Saatnya terbangun ku mendengar suara kicauan burung memanggil ku...
aku duduk di serambi depan rumah..
melihat taman bunga yang indah dan pohon-pohon di sekelilingku...
Kuambil secarik kertas untuk menulis pesan untuk keluargaku, ku langsung beranjak pergi mempersiapkan diri melangkah setiap langkah ku...
Walaupun hati tidak siap untuk meninggalkan semua kenangan senang, sedih dan bahkan menyesakkan hatiku yang ada selama ini, tapi aku siap untuk memulai hidupku...
Berawal dari persahabatan ku sangat lama ku jalani, Rafael seorang teman yang sangat akrab sebelumnya dengan temanku... dan tidak menyangka dari persahabatan mereka menimbulkan suatu keraguan dalam hatiku. Bahkan pikiran ku memulai untuk menanyakan beberapa pertanyaan untuk temannya, tapi aku tidak siap untuk mengatakannya mungkin aku butuh waktu untuk itu.
Ternyata dari keraguan itu.. yang menimbulkan aku semakin dekat dengan Rafael.
Tiba-tiba Rafael menelpon aku dan mengajak aku untuk pergi ke Mal terdekat daerah rumah kita.
Dengan senyum malu aku menjawab "ya".
20 menit Rafael datang untuk menjemput ku dan segera kita berangkat, dengan senangnya Rafael menyambut ku dan meraih tanganku untuk memeluk badan nya.
"Ayo, pegang badan ku yang erat karena aku mau kencang mengendarai motorku"... tanya Rafael kepadaku.
"O ya jangan takut aku pegang erat badan kamu," jawabku, walaupun dengan malu nya aku menjawab.
Seiring berjalannya... sampai tujuan kita langsung ke tempat makanan...
"Kamu sudah makan...?" tanya Rafael kepadaku.
"Ayo kita makan," jawabku.
Siap memilih menu kita masing-masing.
Sambil menunggu makanan tiba, memulai untuk obrolan... Tatapan Rafael yang penuh arti dan aku membalasnya dengan senyuman.
Tiba-tiba... makanan datang... dan siap santap makanan ini.
"Ehhmm enaknya makanan ini ya," kataku.
Tiba-tiba teman-temannya Rafael datang dan menghampiri kita untuk bergabung. Semakin seru dan suasana semakin ramai.
"Asyiknya berkumpul di tempat ini ya..???" kataku.
Waktu semakin larut malam. Segera kita meninggalkan tempat dan bergegas untuk pulang.
Terbaring nya aku di tempat tidur sambil mendengarkan musik. Dan siap untuk tidur...
Perlahan-lahan aku membuka hatiku untuk Rafael.
Mengenal keluarganya Rafael dan mereka pun menyambut ku dengan senyuman.
"Silahkan duduk", sapa mamah nya Rafael.
"Iya bu" jawabku.
Dengan sopan mamah nya menyapa aku. Dengan berjalannya waktu semakin larut malam aku berkunjung di rumah Rafael.
"O ya aku pulang dulu ya, sudah larut malam nih", kataku.
"Terima kasih ya sudah datang", jawab mereka.
Seiring waktu aku bersama Rafael, semakin hari semakin dekat kita berdua...
"Hai Res, besok kamu ada acara kemana..?" tanya Rafael kepadaku.
"Tidak kemana-mana, memang kenapa..?" jawabku.
Dari pertanyaan itu yang membuat aku semakin bingung untuk menjawabnya, dengan tangkas nya aku menjawab "boleh".
Tersenyum lebar Rafael kepadaku. Pergi ke suatu restoran tak jauh dari rumah kita, dan Rafael memilih tempat makan yang bagus dan suasana yang sangat romantis. Dengan suasana tempat yang di sekeliling nya bunga-bunga dan ada satu lilin diatas meja makan kita.
"Indah sekali tempat ini" tanyaku. Rafael menyiapkan ini semua untukku..
Dengan iringan musik yang indah dan membuat suasana kita semakin hangat. Tak luput dari pembicaraan kita ada tawa dan senda gurau.
Hening sejenak..
Rafael terima telepon dari teman dekatnya, dan mengundang temannya untuk datang di acara makan malam bersama...
Selesai makan, kita semua bermain bilyard dengan pasangan kita masing-masing. Seru dan ramai kita saling berlomba... dari bermain bilyard tidak sengaja aku melihat tatapan Rafael tertuju kepadaku. Dengan segera Rafael pasang muka penuh malu dan merah. Aku memberanikan diri untuk menghampirinya, tersenyum lah Rafael kepadaku. Diantara teman-temannya memperhatikan kita berdua... dan mereka pun ikut bersorak-sorai dengan sambutan mereka yang membuat kita tertawa lebar.
Dengan lelahnya aku bermain, aku berusaha untuk duduk dan minum sejenak.
Tiba-tiba Rafael menghampiri ku, dan mengatakan sesuatu yang penting.
Dengan bisik-bisik Rafael berbicara denganku...
"Aku suka sama kamu", tanya Rafael kepadaku.
Butuh waktu aku menjawab itu..
"Bagaimana ya..??" jawabku.
Tak secepat itu aku menjawab ya, tidak sabar Rafael menunggu jawabanku.
Seringnya kita bersama.. dan hampir semua tempat kita kunjungi...
Suasana yang berbeda, tiba-tiba ide dari Cumi untuk membuat acara bakar ayam di rumahnya. Aku bersama cewek nya Cumi menyiapkan beberapa nasi dan minuman. Dan laki-laki nya menyiapkan arang-arang nya, untuk ayamnya segera dibakar. Berharap ayamnya segera selesai..
Sambil menunggu ayamnya matang, Rafael berusaha menghibur Res dengan menyanyi sambil bermain gitar penuh semangat dan gembira...
Segera ayam disantap dan menikmati suasana malam yang sejuk dan dingin.. dan melihat bintang-bintang yang indah.
"Mantap sekali ayam ini ya," kataku. Dengan lahap nya mereka menyantap ayam yang masih hangat.
Hari semakin cepat berganti dan waktu semakin berubah setiap detik nya...
Tidak kusangka pertemanan kita semakin akrab dan berlanjut lama..
Buat kejutan untuk Rafael, selesai aku pulang dari kuliah.. aku berusaha untuk telepon Rafael.
Ternyata Rafael yang mengangkat teleponnya,
"Hai Rafael, nanti sore aku mau kamu datang ke rumahku...??" tanyaku.
"Ya boleh" jawab Rafael.
Dengan segera aku persiapan diri untuk mandi. Mamah ku menyapa ku dengan wajah yang penasaran... Selesainya aku mandi... tak lama Rafael datang dan menunggu ku di teras depan rumahku. Segera Mamah ku menyapanya dan mengobrol dengan Rafael. Dari pembicaraan mereka terdengar dari kamar ku.. Penuh curiga aku segera keluar dan bertemu dengan Rafael dan mamah ku. Tak lama kemudian mamah ku meninggalkan kita berdua, sambil menunggu waktu.. aku menyiapkan minuman dan makanan.
Tidak mengerti apa yang dibicarakan Refael tentang dirinya, dengan pasang wajah yang serius... Tapi aku membalasnya dengan wajah yang lucu agar suasana tidak tegang. Ternyata dari pembicaraan itu yang membuat aku semakin penasaran dan ragu. Tetapi aku berusaha untuk tenang.. sambil Rafael memegang tanganku penuh erat dan tatapan yang tidak sanggup untuk mengatakan kepadaku...
Sekian lama aku menunggu dari sebuah jawaban...
Tak lama aku berpikir panjang... untuk datang dan mencari tahu dari teman dekatnya.
Mudah-mudahan dari penasaran ku, aku dapat jawaban yang membuat hatiku lega.
"Hai Cumi... apa kabar..??" tanyaku. Dengan pasang wajah yang kaget Cumi menyapa ku.
"Hai.. Aku baik-baik aja Res, tumben kamu main ke tempatku," Jawab Cumi.
Dipersilakan duduk aku di ruang tamunya. Mungkin ini terlalu berani aku bicara dengan Cumi... berapa menit kemudian cewek nya Cumi datang dan menyambut ku...
Cewek nya Cumi bertanya kepadaku...
"Res kamu tumben datang ke sini.. ada apa ya..??"
Aku mau bicara sesuatu tentang Rafael, jawabku.
Dari obrolan kita bertiga semakin menegangkan.. ternyata dari obrolan Rafael dengan mamah ku yang membuatku kaget.
"Apakah ini benar..??" jawabku.
Ternyata mamah ku tidak suka dengan Rafael. Dan supaya Rafael meninggalkan aku.
Kenapa ini bisa terjadi aku mencintai seseorang tetapi.... ??
Bahkan aku berusaha untuk lebih dekat dengan Rafael.. agar dari cerita ini semua, tidak membuat aku jauh dari Rafael. Aku akan berusaha memberikan semangat untuknya...
"Bagaimana hubungan aku berikutnya dengan Rafael...??" Cumi dan cewek nya berusaha untuk menenangkan aku juga.
Memberikan waktu untuk berpikir antara Res dan Rafael...
Pertemuan aku tiba-tiba dengan Rafael.. dengan tempat yang sama sewaktu aku kenal Rafael pertama kali.
"Kamu mau minum apa...?" tanyaku.
"Es kelapa aja," jawab Rafael. Tatapan Rafael yang penuh penasaran dan tanda tanya..
"Ada apa sebenarnya Res..??" tanya Rafael.
"Hmmm..." jawabku.
Aku berusaha dengan tenang untuk menjelaskan ini semua dengan Rafael.
"Sebelumnya aku minta maaf, aku sudah sayang sama kamu tapi...??"
Rafael memegang tangan Res dan untuk segera mengatakan nya.
Hening sejenak sambil menahan nafas perlahan-lahan...
"Rafael sepertinya kita sampai disini aja hubungan kita," kataku.
Tidak menyangka dari pikiran Rafael secara tiba-tiba. Mataku berbinar-binar, sedikit demi sedikit aku menitiskan air mata.
Diambilnya tisu dan segera Rafael mengusap air matanya Res.
"Kenapa ini bisa terjadi..?" kata Rafael.
"Akupun sudah bahagia bersama kamu Rafael", jawabku.
"Mungkin ini sudah jalan terbaik buat kita...", kataku.
Dari pertama kali Rafael berbicara dengan mamahku. Akupun sudah tahu.. tapi aku butuh waktu untuk membicarakannya ini semua dengan Rafael.
Kemungkinan aku saja yang menyudahi hubungan ini.
Hai Res.. kenapa kamu mesti menangis..??” tanya Rafael kepadaku.
Ku terdiam dan tidak bisa menjawab apa-apa lagi.
Kita bisa berteman kan..?? jawabku.
"Walaupun kita sudah tidak ada hubungan lagi, tapi kita bisa bertemu lagi kan..." kataku.
Ternyata kebahagiaan yang kita miliki belum tentu juga untuk selamanya..
*****
ARTI SEBUAH PILIHAN
Arti Sebuah Pilihan
“Mamaaaaa.......Mamaaa.....jangan
pergi Maaaa......tunggu lyla !!”. Dengan tersentak, lyla tersadarkan
dari mimpi nya. Jantungnya berdetak dengan cepatnya. Ya dalam beberapa
hari belakangan ini wajah mama nya sering sekali muncul mimpi nya itu. “
huufft!! ohh.....ternyata hanya mimpi” pikirnya dalam hati. Keringat
tampak mulai membasahi kening lyla. Dia hanya termenung, Nampak sekali
ada kesedihan yang cukup mendalam, sejak lyla di tinggalkan oleh mama
nya tercinta beberapa tahun yang lalu. Setelah mama nya meninggal
kehidupan nya berubah drastis. Sedangkan papa nya setelah perusahaan
tempat kerjanya bangkrut kini menjadi pengagguran dan sering
mabuk-mabukkan dan menjadi orang yang pemarah. Sering kali pula lyla
bertengkar dengan papa nya itu. Lyla merupakan anak tunggal dalam
keluarga nya. Jadi tampak jelas betapa sepi nya hidup lyla.
“Maaa...kenapa sih harus tinggalin lyla sendiri?? lyla kangen banget ma
Mama, lyla ingin sekali ketemu maaaa
!!”tanya lyla dalam hati.
Airmatanya tampak membasahi kedua bola mata indah yang mulai berkaca –
kaca itu. “Hiks...hiks...kenapa mama begitu cepat ninggalin lyla sih??.
lyla kembali termenung tak habis pikir. Pikiran nya sangat kacau malam
ini karena hampir setiap hari selalu bertengkar dengan papa nya, akibat
kebiasaan mabuk nya itu.
Sesaat kemudian ia pun
membaringkan kembali tubuhnya di tempat tidur. “besok aku ada janji sama
rino. Aku harus cepat - cepat tidur dan bangun pagi-pagi”. Semoga esok
pagi ada khabar gembira buat ku”. Pikir lyla dengan penuh harap. Tangan
nya kemudian mengusap airmata yang tersisa di pipi nya. Sesaat kemudian
lyla sudah kembali tertidur lelap. Meskipun pikirannya masih menerawang
jauh di antara kegelapan malam.
********
“Duk,,duk,,duk,,duk”. Suara
keras dari balik pintu membangunkan lyla dari tidur nya. Dari balik
jendela tampak sinar matahari sudah mulai muncul. lyla lalu mengusap
mata nya yang masih mengantuk. Sesaat kemudian terdengar lagi suara
gedoran dari balik pintu di ikuti suara kasar. “duk..duk..duk. Lil buka
pintunya!! papah mau bicara sama kamu!!. bentak papah dari balik pintu.
“cepetan
buka pintu nya!! atau papa dobrak nih!”kata papa yang sudah mulai
mengeluarkan kata – kata ancaman. Lyla segera membenahi pakaiannya.
Sebelum membuka pintu, lyla menarik nafas dalam-dalam supaya pikirannya
tenang sejenak.
Lalu pintu itu terbuka. Dari
balik pintu terlihat wajah papa yang tampak marah sekali. Nafasnya
mengendus-endus tanda emosinya sudah memuncak. “kamu sengaja Yaa tidak
membukakan pintu kamar!! Kamu mau melawan papa Haaahh!!. bentak papa
pada lyla sambil tangan kanan nya yang mulai terangkat.
“Tampar aja Pah! Lyla dah siap
kok” kalau papah masih belum puas dengan yang semalam” jawab lyla dengan
lantang. Matanya dengan tajam menatap papa nya yang kian emosi
mendengar jawaban dari lyla.
“Papa butuh uang buat beli
minuman!” bentak papa. Tangannya kemudian di turunkannya kembali. “Lyla
lagi ga punya uang pah. Lagian....kan kemarin-kemarin uang baru aja lyla
kasih ke papa”. Jawab lyla sedikit menahan emosinya karena sudah capek
bertengkar dengan papa nya setiap saat.
“Udah habis,” jawabnya singkat.
“Jangan bohong kamu !!Cepetannnn! Mana duitnya!”. Bentak papa lagi yang sudah sangat tidak sabar.
“
Beneran nggak ada pah! Periksa aja dompet dan kamar lyla kalau ngak
percaya !!” sambil tangan lyla menadahkan tangannya mempersilahkan papa
nya memeriksa kamar lyla. Papanya lalu mendorong tubuh lyla dan masuk ke
dalam kamarnya. Segala benda-benda yang dia temukan segera di lemparnya
begitu saja. Dalam sekejap kamar itu pun menjadi berantakan tak
beraturan. Lyla hanya terdiam melihat tingkah laku papa nya itu. Lyla
mencoba untuk menahan airmatanya yang mulai keluar. Hati nya terasa
sakit sekali melihat papa nya yang tak seperti dulu lagi.
“Mana dompet kamu!!” tanya papa dengan kesalnya.
“ itu di atas meja belajar lyla”
jawab lyla singkat saja. Papa langsung beranjak dari tempat tidur
menuju meja yang di tunjuk oleh lyla. Di ambilnya dompet itu, semua
isinya dia keluarkan. Didalam nya hanya di temukan selembar uang 10
ribuan saja.
“ Cuma segini aja!! jangan
bohong kamu!. Mana yang lainya berikan pada papa !!” dengan nada penuh
ancaman ke lyla. Lyla hanya menggelengkan kepalanya tanpa berkata
sepatah kata pun. “awas yaa...!! kalau papa temukan selain ini tau rasa
kamu! Jawabnya singkat sambil matanya terus memperhatikan seluruh kamar
lyla. Tak berapa lama pun akhirnya dia pergi begitu saja meninggalkan
lyla seorang diri. Seketika itu pun airmata turun dengan derasnya
membasahi kedua pipi lyla. Tubuhnya terasa lemas sekali dan akhirnya
terjatuh. Lyla duduk bersandarkan titian di tempat tidur, dengan pikiran
yang kacau.
“ Maaaa....huuu...huuu..huu..
sampai kapan harus seperti ini terus.” Lyla udah nggak tahan lagi
maaa..” jawab lyla dengan suara surau nya. Tapi hanya angin sepi yang
berhembus menghampirinya.
********
Suasana taman siang ini keliatan
sepi sekali. Padahal hari ini adalah hari minggu, tidak seperti
biasanya. “ mungkin karena cuaca mendung kali yaa? Jadi sepi gini” pikir
lyla yang terduduk di antara bangku taman. Mata nya menatap ke sana ke
mari. Tampaknya dia menunggu seseorang. Ya lyla kebetulan siang ini ada
janji dengan rino kekasihnya itu bertemu di taman. Tanpa sadar lyla
terlarut dalam lamunan panjang. Entah apa yang dipikirkannya, hanya dia
yang tahu. Dan “ Heyyy....melamun aja” diikuti rasa terkejut nya lyla
yang tersadar dari lamunannya.
“ kamu mengagetkan aja
rin...kemana saja kamu baru jam segini datang!! “ tanya lyla pada rino. “
sory tadi ada urusan kantor bentar....oh ya kamu sudah makan belum lil?
Tanya rino mengubah topik pembicaraan. Wajah nya terlihat serius
sesekali terkadang tersenyum pada lyla.
“
Ga rin...aku ga lapar” jawab lyla dengan suara berat. Wajah nya
menunjukkan suasana yang sedang mengalami permasalahan yang amat sangat.
Tiba – tiba tangan rino memegang
tangan lyla. Di eratnya tangan yang mungil dan lembut itu. “ kamu pasti
habis bertengkar lagi dengan papa mu ya? Kamu yang sabar yaa....mungkin
Tuhan sedang memberikan ujian buat kamu...pada akhirnya nanti pun Dia
akan memberikan jalan yang terbaik buat kamu Lil” wajah lyla hanya
tertunduk mendengar nasehat dari rino. Tak ada sepatah kata pun yang
terucap dari mulut nya. Rino terus menatap lyla dengan penuh senyum
berharap sang kekasihnya menemukan kembali semangatnya yang hampir
habis.
Beberapa saat keduanya hanya
bisa terdiam. Lalu rino mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.
Sebuah amplop berwarna coklat dia sodorkan kepada lyla. “ nih ambil
kalau kamu butuh” jawab rino. Lyla hanya tertegun melihatnya, lalu di
terima nya amplop itu dengan kedua tangannya. “ maafkan aku rin kalau
sudah merepotkan kamu...aku janji kok kalau sudah punya uang pasti aku
ganti “ jawab lyla. Rino hanya mengangguk sambil tersenyum.
“ udah ga usah di pikirin cara bayarnya...kapan – kapan aja ga apa – apa kok, lagian aku juga ikhlas ngasih nya ke kamu”
Tampak
binar mata nya memandang wajah rino dengan pekat. Senyum dan kesedihan
menjadi satu dalam diri lyla. Di satu sisi ia merasa tak enak hati
karena telah merepotkan kekasihna itu, tetapi di lain sisi ia tak punya
pilihan lagi.
“ heyy...kenapa diam!!” tangan lembut rino menepuk bahu lyla dan matanya memandang lyla penuh senyum.
“ sekali lagi terima kasih ya
rin. Aku janji kalau sudah punya uang akan ku bayar segera”. Setelah itu
kedua insan manusia yang sedang di mabuk asmara itu hanya terdiam
membisu menemani awan yg kian gelap. Dan hari pun semakin sore.
**********
“Dari mana saja kamu!!” wajah
nya tampak penuh amarah memandang lyla. Lyla hanya menoleh sebentar lalu
tampak acuh membiarkan begitu saja sesosok pria separuh baya yang
adalah papa nya sendiri dan lalu melangkah menuju kamarnya.
Melihat tingkah laku lyla membuat amarahnya semakin memuncak di hampiri nya anak semata wayangnya itu, lalu tiba – tiba.
“ awww....sakit pah!!! di
tariknya rambut lyla yang panjang sebahu itu dengan kuat oleh si papa.
Lyla hanya bisa meringis menahan sakit. Lalu di ambilnya dengan paksa
tas lyla.
Wajah nya berubah gembira saat ia menemukan sebuah amplop berisi uang pemberian rino dari dalam tas lyla.
Dengan sekejap lyla langsung
menghampiri sang ayah tercinta dan berusaha merebut nya kembali. Dan
“plakkkk” sebuah tamparan yang kuat mengenai pipi lyla. Lyla terjatuh,
akan tetapi tangannya masih sempat meraih kaki sang papa untuk menahan
nya yang hendak pergi.
“jangan pa itu lyla pinjam dari rino” pinta lyla dengan sangat.
“perduli setan!! Mo dari rino kek, dari siapa kek papa ga perduli” jawab papa dengan lantang.
“ hahaha akhir nya malam ini papa bisa minum sepuasnya”
“pah... jangan di ambil pah!!! itu buat kehidupan kita sehari – hari !!”
Lyla
memegang erat kaki papa nya dan memohon dengan sangat. Memohon agar
papa lyla mengurungkan niatnya itu. Akan tetapi, dengan tanpa pikir
panjang lalu di dorongnya tubuh lyla hingga akhirnya ia tersungkur ke
lantai.
“ kamu sama saja dengan mama mu itu, lebih baik kamu susul saja mama mu itu ke akherat!!!”
dengan
tawa nya yang keras akhirnya ia pergi begitu saja meninggalkan lyla.
Akhirnya ia pun menangis. Dan ia tak bisa menahan emosi lagi dan “ papah
jahattttt!!!!” teriak lyla dengan sekuat tenaga di ikuti keheningan
malam yang datang.
********
Telepon di rumah rino tiba –
tiba saja berdering, saat itu ia sudah mulai akan beranjak tidur. Lalu
segera di angkatnya telp itu.
“ rin.....ini aku lyla” jawab lyla dengan suara yang berat.
“ooo
kamu lil.......tumben malam – malam telp? Kamu kenapa lil ada masalah
lagi dengan papa mu ya?” simpati rino mendengar suara yang tidak biasa
nya dari lyla.
“ ga kok rin aku
baik – baik aja, kamu tak usah khawatirkan aku.” jelas lyla, tetapi
dalam hati tetap saja rino perduli dengan kekasihnya itu.
Keduanya sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya lyla kembali membuka pembicaraan.
“rin....
terima kasih banyak yach karena selama ini, jika aku selalu punya
masalah kamu pasti selalu suport aku. Aku nggak tau lagi harus ngomong
apa lagi ke kamu selain kata – kata ini” jawab lyla yang sedari tadi
airmata nya telah membasahi kedua mata indah nya.
“kamu bicara apa sich lil? Aku jujur nggak mengerti maksud kamu?” rino tampak bertanya – tanya dalam hati.
“ nggak kok rin....aku cuma pengen ngomong aja ke kamu” sambil menahan tangis dan kesedihan yg di alami saat ini.
Suara lyla tampak terbata – bata
mengucapkan kata – kata yang membuat rino menjadi heran ada apa
gerangan dengan sang kekasih hati nya itu. Suasana kembali hening saat
keduanya hanya terdiam tanpa sepatah kata pun.
“
rin....aku....aku...sayang kamu...” tiba – tiba telepon langsung
terputus begitu rino mendengar kata – kata sayang yang terucap dari
mulut lyla.
Di cobanya kembali
untuk menelpon balik tetapi tidak ada jawaban, tampaknya telp lyla telah
non aktif. Rino jadi berfikir – pikir sendiri tentang lyla. Rasa
khawatir dan cemas seakan menghantui perasaannya.
“ rin... maafkan aku yach” ucap lyla dalam hati saat menutup telp itu.
*******
Udara dingin mulai menyelimuti
pagi ini. Dari kejauhan tampak sesosok tubuh yang berjalan gontai menuju
rumah lyla. Ya dia adalah papa nya lyla yang sedari malam tidak pulang,
tampak berjalan dalam keadaan mabuk berat. Dia berjalan memasuki rumah
itu tanpa berkata apapun. Matanya sayu berusaha menuju pintu kamar lyla.
“ duk...duk..duk..lil buka pintu nya!!!” seperti biasa kata-kata kasar sesekali keluar dari mulutnya.
Tetapi tidak ada jawaban dari dalam.
“lil!!! bukaaa!!!” suaranya mulai meninggi.
Emosinya
seketika timbul, di buka nya pintu itu dengan sangat keras hingga
menimbulkan suara “brakkk” akhirnya pintu terbuka. Suasana kamar gelap
sekali.
“Lil dimana kamu !!jangan
sembunyi jawabbb !” teriak papa saat memasuki kamar lyla. Dan
tiba-tiba......raut wajah nya berubah seketika, sorot mata nya tertuju
pada sudut ruangan. Disitu terlihat sesosok tubuh yang tergeletak lemas
hampir tak bernyawa. Ia mendekati nya dengan perlahan di pandanginya
sesosok tubuh itu yang ternyata adalah lyla putri satu-satu nya itu.
Seketika emosi yang tadi nya memuncak berubah, badannya kelihatan
kegetaran dan tak bisa bergerak sedikit pun.
“ li....lil....lyla” jawabnya dengan suara terbata-bata. Terduduk lah ia sambil memegang tangan dan wajah putrinya itu.
Sambil meneteskan airmata “ Lil ! Lil ! Bangun Lil.... Ini papa !!” di gerak – gerakkannya tubuh lyla tapi tidak ada jawaban.
Sekujur tubuh lyla bersimbah dengan darah yang keluar dari lengan tangan kirinya. Darah segar mengalir membasahi lantai kamar.
“li...lil.....bangun lil... Jangan pergi...” pinta papa dengan suara bergetar.
“ akhhhhhhhhhh...” di pukulnya lantai kamar beberapa kali sebagai tanda sebuah penyesalan yang amat sangat.
“
papa yang salah lil !! papa yang salah
!!....seharusnya....seharusnya....” sesal nya tanpa bisa menjelaskan
lebih panjang. Di benamkan wajahnya ke tubuh lyla, terdengar suarta
tangis tiada henti di ucapkannya.
“ lil !! bangun lil !! jangan Tinggalkan Papa mu ini sendirian !!” tak habis – habisnya ia berkata tak karuan.
Tiba – tiba sesosok bayangan
bergerak memegang nya. Papa lyla tampak kaget begitu tahu bahwa ternyata
tangan lyla membelai rambutnya. Di lihatnya wajah lyla yang tengah
sekarat itu terlihat tersenyum kepadanya. Antara senang dan sedih yang
bercampur menjadi satu di dibelai nya wajah lyla.
“pa......pa........papah.....ga.....salah...kok”
terucap kata – kata surau dari mulut lyla. Matanya hanya bisa
memandangi wajah papa nya dengan tersenyum.
“ li.....li....lyla......kangen......sama.....mama”li....lyla.....ingin.....ketemu......sa...sama.....mama....pah”
jawab lyla dengan suara terbata – bata.
“ iya lil....papa yang salah...semua karena salah papa....”
“Ngg.....nggak.....pa....pa....papa....nggak.....salah kok”
“papa.....adalah....orang....yang....penuh
tanggung jawab.....pada mama....dan juga....lyla”.
Lyla......mau.....papa......seperti...du...dulu....lagi”.
Dengan
mata yang berbinar-binar sambil memegang erat tangan lyla “ lil !! papa
janji....mulai hari ini papa akan berubah !!! ya berubah demi kamu
putri kecil ku !!”
“ I....iya.....lyla....percaya
kok” jawab lyla yang terlihat pucat. “ iya papa janji !!! papa janji !!
kita mulai lagi kehidupan ini dari awal yach”. Mulai besok ! Papa akan
cari kerja, buat menghidupi kebutuhan sehari-hari kita lil !!”.
Lyla hanya tersenyum mendengar
perkataan dari sang papa. Sesekali airmatanya mengalir membasahi
pipinya. Lyla terlihat sangat bahagia melihat perubahan drastis dari
papa nya itu. Ia sekan melihat sesosok pria yang ia kenal dulu sebelum
mama nya meninggal.
“
pah...ja..jaga......diri....papa....baik-baik....yach..” seketika suara
lyla terhenti, kesadarannya tiba – tiba hilang, tangan yang sedari tadi
memegang pun lemas seketika.
“ Tidakkkkkkkkkkkkkkkk......lylaaaaaaaa !!!!!”
*******
“rin....rin...ini aku maya !!!!” jawab maya dengan tergesa -gesa.
“ada apa may ?? kok keliatan nya penting banget sampai pagi-pagi telp aku” jawab rino dengan terheran – heran.
“lil.....lyla rin !! lyla rin !!” hanya itu kata-kata yang terucap dari maya.
“ lyla kenapa may ?? jawab yang jelas dunk” jawab rino menjadi penasaran apa yang terjadi.
“lyla......lyla meninggal rin !! lyla meninggal !! jelas maya pada rino.
Bagai petir menyambar tubuh nya
di pagi hari. Rino tak kuasa menahan gejolak dalam diri nya. Tubuhnya
langsung lemas mendengar perkataan dari maya. Telp yang di pegangnya
sedari tadi terlepas menghempas lantai. Kekhawatiran yang menjadi
kenyataan, ia pun langsung terduduk di lantai di ikuti tangis dan sebuah
penyesalan yang amat dalam mendengar berita kematian lyla.
“Rin ! Rin ! Kamu tidak apa – apa kan ? “ tanya maya berulang – ulang kali di balik telp.
Segera di ambilnya telp itu “
aku nggak apa – apa kok may...” kali ini suara rino terdengar surau
tanda ia sangat terpukul sekali dengan apa yang menimpa diri nya.
Dengan bergegas segera ia menuju rumah lyla di temani oleh maya yang juga menjadi teman baik nya dan lyla.
******
Suasana pemakaman sedikit demi
sedikit mulai di tinggal kan oleh para pelayat yang sedari tadi ikut
menemani. Cuaca terlihat mendung tanda bahwa sebentar lagi akan datang
hujan.
“ rin..... aku tunggu di
mobil ya !! kamu yang tabah..... mungkin tuhan punya jalan sendiri buat
lyla. Semoga ia tenang di alam sana” jelas maya memberi semangat pada
rino.
“ iya may.... makasih ya” jawab rino.
Setelah itu maya meninggalkan
rino seorang diri. Didekati nya gundukan tanah yang masih merah dan di
taburi bunga itu. Terlihat papa lyla duduk dengan tangan memegang erat
batu nisan yang tertulis nama lyla.
Rino mendekatinya dan duduk
berada di samping pria separuh baya itu. “ oom....rino turut berduka
cita atas meninngalnya lyla”. Lyla orang yang tegar dalam menghadapi
masalah dan rino sangat sayang sekali sama lyla”. Rino ikut sedih atas
kematian lyla” jelas rino dengan suara lirih.
Papa nya lyla pun menoleh dengan di ikuti senyuman ke arah rino. Di tepuk nya pundak rino dengan tangannya.
“ sama – sama nak rin.....lyla
pasti juga sangat sayang sama kamu “. seharusnya oom yang berada di
dalam kuburan ini bukan lyla....hiks...hiksss...” sesal nya sambil
memegang erat batu nisan itu.
Lalu
ia mengeluarkan sesuatu dari saku kemeja hitam nya itu. “ ini kata
-kata terakhir yang sepertinya di tulis oleh lyla sebelum meninggal,
mungkin ini di tujukan buat kamu rin.....terimalah”.
Di serahkannya sepucuk kertas
putih itu kepada rino. Sesaat kemudian ia berdiri dan melangkahkan diri
meninggalkan rino, tampak dari kejauhan suara isak tangis nya terdengar
tiada henti.
******
Titik – titik air sedikit demi
sedikit jatuh ke atas bumi. Nampak nya hujan akan segera turun. Rino
masih saja terpaku dengan kenyataan ini, di pandangi nya batu nisan itu
oleh rino, di peganginya erat - erat. Terkadang ia pun mencium nya
sesekali. “ seandai nya malam itu aku ada di sana.....aku.....aku pasti
tidak akan biarkan hal ini terjadi lil !!” sebuah ungkapan dalam hati
yang terucap dari mulut rino.
Lalu di bukanya sepucuk kertas yang di berikan oleh papa lyla kepadanya itu dan ia pun membacanya.
“dear rino....maafkan aku yach
kalau aku tidak bisa menjadi yang terbaik buat kamu. Kamu pasti marah
atas tindakan yang aku lakukan ini. Tapi !! tapi !! aku nggak punya
pilihan lain rin. Aku sudah bosan dengan kehidupan ku ini. Aku ingin
sekali bisa bebas!! lepas layaknya merpati putih di angkasa. Aku ingin
menjadi seperti malaikat yang tak pernah mempunyai beban sama sekali.
Meskipun aku tahu bahwa tindakan yang aku lakukan ini mungkin salah
menurut mu.
Rin....selama ini kamu telah
banyak membantu aku, di saat aku sedih dan di saat aku senang kamu
selalu berada di sisiku. Aku senang sekali rin, kamu sudah memberikan
warna dalam dunia ku.....mudah – mudahan kamu mau memaafkan aku. Jujur
dalam hati ku, aku sayang sekali sama kamu. Kamu jaga diri baik – baik
yach. Mungkin suatu saat nanti kita akan di pertemukan kembali.
Yaaaa....suatu saat nanti, dan aku pasti akan menunggu hari itu tiba
!!”. luv lyla.
Bergetar hati rino membaca surat
itu. Airmata nya menetes membasahi kertas itu. Dengan sekejap di
peluknya gundukan tanah tempat bersemayamnya lyla. Di genggamnya erat –
erat, seakan – akan lyla lah yang ia dekap.
“
lil.....bodoh kamu....hiks...hiks....kenapa kamu lakukan hal bodoh ini
!!”. kamu pasti sadar bahwa perbuatan mu ini tidak akan menyelesaikan
permasalahan yang kamu hadapi.... benar kan lil !!” sesal rino dengan
tangan memukul – mukulkan ke tanah.
“ percuma aku menangis.... percuma aku menyesali ini semua....semua ini tidak akan mengembalikan kamu lagi”
“lil aku janji !! aku juga akan menunggu hari itu..... dan sampai kapan pun cinta ku ini tak akan pernah pudar”
“ yaaa....semoga kamu tenang di
alam sana” rino mengakhiri pembicaraannya dan berdiri perlahan
meninggalkan lyla seorang diri di lubang yang gelap itu. Dan akhirna
hujan pun turun mengiringi kepergian rino. End
Jumat, 01 Maret 2013
SEKUNTUM MAWAR UNTUK NOVIA
UDARA seperti membeku di Adelweis Room, sebuah kamar rawat inap, di
RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan, di tempat tidur yang serba putih,
Novia terbaring beku dalam waktu yang juga membeku. Ia tidak berani
menghitung lagi berapa kali jarum jam di ruangan itu melewati angka dua
belas, makin mendekati ajal yang bakal menjemputnya.
Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan karena leukimia yang akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya adalah sekuntum mawar biru. Ya, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan, hanya sekuntum, bukan seikat atau sekeranjang.
Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau kuning. Ketiganya tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek bulan dan anyelir. Itupun bukan persis biru, tapi keunguan.
“Apa kau yakin ada mawar berwarna biru, Sayang?”
“Aku yakin. Aku pernah melihatnya.”
“Bukan dalam mimpi?”
“Bukan. Di sebuah taman. Tapi, aku lupa taman itu. Rasa-rasanya di Jakarta.”
Norhuda terdiam. Dari bola matanya terpancar keraguan, dan itu ditangkap oleh Novia.
“Carilah, Sayang. Jangan ragu-ragu. Hanya itu yang aku pinta darimu, sebagai permintaan terakhirku. Carilah dengan rasa cinta.” Novia berusaha meyakinkan.
Maka, dengan rasa cinta, berangkatlah Norhuda mencari sekuntum mawar biru permintaan kekasihnya itu. Ia langsung menuju taman-taman kota Jakarta, dan menyelusuri seluruh sudutnya. Tidak menemukannya di sana, ia pun menyelusuri semua taman milik para penjual tanaman hias dan toko bunga. Bahkan ia juga keluar masuk kampung dan kompleks perumahan serta real estate , memeriksa tiap halaman rumah dan taman-taman di sana. Berhari-hari ia bertanya-tanya ke sana kemari, mencari mawar berwarna biru.
“Bunga mawar berwarna biru adanya di mana ya? Aku sedang membutuhkannya!” tanyanya pada seorang mahasiswa IPB, kawan kentalnya.
“Ah, ada-ada saja kamu. Biar kamu cari sampai ke ujung dunia pun enggak bakal ada.”
“Tapi, Novia pernah melihatnya.”
“Bunga kertas kali!”
“Jangan bercanda! Ini serius. Usia dia tinggal dua minggu lagi. Hanya sekuntum mawar biru yang dia minta dariku untuk dibawa mati.”
“Kalau memang tidak ada harus bilang bagaimana?”
Norhuda lemas mendengar jawaban itu. Ia sadar, siapa pun tidak akan dapat menemukan sesuatu yang tidak pernah ada, kecuali jika Tuhan tiba-tiba menciptakannya. Tapi bagaimana ia harus meyakinkan Novia bahwa mawar itu memang tidak ada, selain dalam mimpi. Jangan-jangan ia memang melihatnya hanya dalam mimpi?
* * *
NORHUDA duduk tercenung di bangku taman, di salah satu sudut Taman Monas. Ia menyapukan lagi pandangannya ke seluruh sudut taman itu – pekerjaan yang sudah dia ulang-ulang sampai bosan. Ia masih berharap dapat menemukan mawar biru di sana, atau sebuah keajaiban yang bisa memunculkan sekuntum mawar biru di tengah hamparan rumput taman itu. “Bukankah Tuhan memiliki kekuatan kun fayakun ? Kalau Tuhan berkata ‘jadi!' maka ‘jadilah'. Ya, kenapa aku tidak berdoa, memohon padaNya saja?” pikirnya.
“Ya Allah, dengan kekuatan kun fa yakun- Mu , mekarkanlah sekuntum mawar biru di depanku saat ini juga,” teriak Norhuda tiba-tiba, sambil berdiri, menadahkan tangan dan mendongak ke langit.
Tak lama kemudian ada seorang lelaki tua jembel, dengan kaus robek-robek dan celana lusuh, mendekatinya dan duduk di sebelahnya. Bau bacin langsung menusuk hidung Norhuda dan membuatnya mau muntah. Jembel ini pasti tak pernah mandi, pikirnya. Norhuda mengangkat pantatnya, bermaksud segera pindah ke bangku lain. Tapi, orang tua itu tiba-tiba bersuara parau:
“Maaf, Nak. Bolehkah saya minta tolong?”
“Minta tolong apa, Pak?”
“Rumah Bapak di seberang sana . Bapak tidak berani menyeberang sendiri. Takut tersesat. Ugh ugh ugh.”
Orang tua, yang ternyata tuna netra, itu batuk-batuk dan meludah sembarangan. Norhuda makin jijik saja.
“Kota ini betul-betul seperti hutan, menyesatkan. Banyak binatang buasnya. Harimau, buaya, badak, ular berbisa, tikus busuk, kadal, bunglon, kecoa, semua ada di sini. Kau harus hati-hati, Nak, agar tidak jadi korban mereka.”
“Bapak mau pulang sekarang?”
“Ya ya, Nak. Diantar sampai rumah ya?”
Norhuda pusing juga. Mencari bunga mawar biru belum ketemu, tiba-tiba kini ada orang tua jembel minta diantar pulang. Sampai rumahnya pula. Dan selama itu ia harus menahan muntah karena bau bacin lelaki tua itu. Meski hatinya agak berat, Norhuda terpaksa menuntun lelaki tuna netra itu. Ia harus sering-sering menahan nafas untuk menolak bau bacin tubuh lelaki tua itu.
“Bapak tinggal di kampung apa?”
“Di kampung seberang.”
“Aduh…. Bapak tadi naik apa ke sini?”
“Kereta api listrik. Tadi Bapak naik dari Bogor , mau pulang, tapi kebablasan sampai sini. Jadi, tolong diantar ya, Nak. Bapak takut kebablasan lagi.”
Norhuda terpaksa mengantar orang tua tunanetra itu, dengan naik KRL dari stasiun Gambir. Begitu naik ke dalam gerbong, lelaki gembel itu langsung mempraktikkan profesinya, mengemis, dan Norhuda dipaksa menuntunnya dari penumpang ke penumpang. Maka, jadilah dia pengemis bersama tunanetra itu, dengan menahan rasa malu dan cemas kalau-kalau kepergok kawannya
“Maaf ya, Nak. Bapak hanya bisa meminta-minta seperti ini untuk menyambung hidup. Tapi, Bapak rasa ini lebih baik dari pada jadi maling atau koruptor. Dulu Bapak pernah jadi tukang pijat. Tapi sekarang tidak laku lagi, karena sudah terlalu tua,” kilah lelaki gembel itu.
***
TURUN dari KRL di Stasiun Lenteng Agung, hari sudah sore. Lelaki tua itu mengajak Norhuda menyeberang ke arah timur, kemudian mengajak menyusur sebuah gang. Tiap ditanya rumahnya di sebelah mana, di gang apa, RT berapa dan RW berapa, lelaki tua itu selalu menunjuk ke timur, hingga keduanya sampai di tepi Kali Ciliwung. Pada saat itulah, tanpa sengaja, Norhuda melihat segerumbul tanaman dengan bunga-bunga berwarna biru tumbuh di pinggir sebuah hamparan rerumputan.
“Sebentar, Pak, saya membutuhkan bunga itu.”
Norhuda bergegas ke tanaman bunga itu, dan betul, bunga mawar biru, yang tumbuh liar di tepi hamparan rerumputan di pinggir jalan setapak yang menyusur lereng Kali Ciliwung. Dia langsung berjongkok dan dengan penuh suka cita memetik beberapa kuntum, serta mencium-ciumnya dengan penuh gairah. Harum bunga itu begitu menyengat, seperti bau parfum yang mahal. Saat itulah, tiba-tiba terdengar suara parau lelaki tua yang tadi bersamanya dari arah belakangnya:
“Nak, ini uangmu. Saya taruh di sini ya. Saya pamit dulu.”
Norhuda langsung berpaling ke arah suara itu. Tapi tak ada siapa-siapa, kecuali sebuah kantong kain lusuh teronggok persis di belakangnya. Dengan matanya, Norhuda mencari-cari lelaki tua itu di tiap sudut jalan dan tepi kali, tapi tidak menemukannya. Aneh, lelaki itu raib begitu saja, pikirnya.
Norhuda merasa sedikit takut. Pikirannya menebak-nebak siapa lelaki gembel yang membawanya ke tempat itu dan raib begitu saja. Malaikatkah dia? Jin? Atau Nabi Hidir? Ia pernah mendengar kisah tentang Nabi Hidir yang konon hidup di sepanjang sungai dan suka menyamar menjadi lelaki gembel. Norhuda merinding memikirkannya.
***
SETELAH mawar biru ada di tangannya, satu-satunya yang terpikir oleh Norhuda adalah segera membawanya kepada kekasihnya, Sovia, yang sedang sekarat di RS Fatmawati. Ia sangaja memilih taksi untuk meluncur cepat ke sana .
Di Adelweis Room, Novia sudah koma. Tangannya diinfus darah merah, hidungnya ditutup masker oksigen. Matanya terpejam dengan rona wajah pucat pasi. Ayah dan ibu sang gadis duduk di dekatnya dengan wajah cemas.
Dengan perasaan cemas pula Norhuda mendekati Sovia dan berbisik di telinganya, “Novia, kau dengar aku. Aku sudah menemukan mawar biru yang kau tunggu. Ini aku bawakan untukmu.”
Tiba-tiba gadis itu membuka matanya, dan pelan-pelan tangannya bergerak, membuka masker oksigen dari hidungnya.
“Mana bunga itu, Sayang,” katanya lirih.
“Ini.”
Dengan tangan kanannya Novia meraih bunga itu, lalu menempelkan ke hidungnya dan menyedot harumnya dengan penuh gairah. Pelan-pelan rona wajahnya menjadi segar.
“Bunga ini akan menyembuhkanku. Ini bunga yang kulihat dalam mimpi. Ini pasti bunga dari sorga. Syukurlah, kau dapat menemukannya. Aku akan memakannya.”
Novia benar-benar memakan bunga itu, helai demi helai kelopaknya. Sesaat kemudian, dengan bibir menyunggingkan senyum, pelan-pelan ia memejamkan matanya. Ia tertidur dengan mendekap sekuntum mawar biru yang tersisa.
Plaosan,06 Maret 2013
Read More..
Dokter telah memprediksi usianya tinggal sekitar sebulan karena leukimia yang akut, dan satu-satunya yang ia tunggu dari kekasihnya adalah sekuntum mawar biru. Ya, mawar biru. Bukan mawar merah atau putih. Dan, hanya sekuntum, bukan seikat atau sekeranjang.
Tapi, adakah mawar berwarna biru? Sang kekasih, Norhuda, sebenarnya tidak yakin. Yang pernah ia lihat adalah mawar merah, putih, atau kuning. Ketiganya tumbuh dan berbunga lebat di halaman rumahnya. Tapi, mawar biru? Ia tidak yakin. Bunga berwarna biru yang pernah ia lihat hanya anggrek bulan dan anyelir. Itupun bukan persis biru, tapi keunguan.
“Apa kau yakin ada mawar berwarna biru, Sayang?”
“Aku yakin. Aku pernah melihatnya.”
“Bukan dalam mimpi?”
“Bukan. Di sebuah taman. Tapi, aku lupa taman itu. Rasa-rasanya di Jakarta.”
Norhuda terdiam. Dari bola matanya terpancar keraguan, dan itu ditangkap oleh Novia.
“Carilah, Sayang. Jangan ragu-ragu. Hanya itu yang aku pinta darimu, sebagai permintaan terakhirku. Carilah dengan rasa cinta.” Novia berusaha meyakinkan.
Maka, dengan rasa cinta, berangkatlah Norhuda mencari sekuntum mawar biru permintaan kekasihnya itu. Ia langsung menuju taman-taman kota Jakarta, dan menyelusuri seluruh sudutnya. Tidak menemukannya di sana, ia pun menyelusuri semua taman milik para penjual tanaman hias dan toko bunga. Bahkan ia juga keluar masuk kampung dan kompleks perumahan serta real estate , memeriksa tiap halaman rumah dan taman-taman di sana. Berhari-hari ia bertanya-tanya ke sana kemari, mencari mawar berwarna biru.
“Bunga mawar berwarna biru adanya di mana ya? Aku sedang membutuhkannya!” tanyanya pada seorang mahasiswa IPB, kawan kentalnya.
“Ah, ada-ada saja kamu. Biar kamu cari sampai ke ujung dunia pun enggak bakal ada.”
“Tapi, Novia pernah melihatnya.”
“Bunga kertas kali!”
“Jangan bercanda! Ini serius. Usia dia tinggal dua minggu lagi. Hanya sekuntum mawar biru yang dia minta dariku untuk dibawa mati.”
“Kalau memang tidak ada harus bilang bagaimana?”
Norhuda lemas mendengar jawaban itu. Ia sadar, siapa pun tidak akan dapat menemukan sesuatu yang tidak pernah ada, kecuali jika Tuhan tiba-tiba menciptakannya. Tapi bagaimana ia harus meyakinkan Novia bahwa mawar itu memang tidak ada, selain dalam mimpi. Jangan-jangan ia memang melihatnya hanya dalam mimpi?
* * *
NORHUDA duduk tercenung di bangku taman, di salah satu sudut Taman Monas. Ia menyapukan lagi pandangannya ke seluruh sudut taman itu – pekerjaan yang sudah dia ulang-ulang sampai bosan. Ia masih berharap dapat menemukan mawar biru di sana, atau sebuah keajaiban yang bisa memunculkan sekuntum mawar biru di tengah hamparan rumput taman itu. “Bukankah Tuhan memiliki kekuatan kun fayakun ? Kalau Tuhan berkata ‘jadi!' maka ‘jadilah'. Ya, kenapa aku tidak berdoa, memohon padaNya saja?” pikirnya.
“Ya Allah, dengan kekuatan kun fa yakun- Mu , mekarkanlah sekuntum mawar biru di depanku saat ini juga,” teriak Norhuda tiba-tiba, sambil berdiri, menadahkan tangan dan mendongak ke langit.
Tak lama kemudian ada seorang lelaki tua jembel, dengan kaus robek-robek dan celana lusuh, mendekatinya dan duduk di sebelahnya. Bau bacin langsung menusuk hidung Norhuda dan membuatnya mau muntah. Jembel ini pasti tak pernah mandi, pikirnya. Norhuda mengangkat pantatnya, bermaksud segera pindah ke bangku lain. Tapi, orang tua itu tiba-tiba bersuara parau:
“Maaf, Nak. Bolehkah saya minta tolong?”
“Minta tolong apa, Pak?”
“Rumah Bapak di seberang sana . Bapak tidak berani menyeberang sendiri. Takut tersesat. Ugh ugh ugh.”
Orang tua, yang ternyata tuna netra, itu batuk-batuk dan meludah sembarangan. Norhuda makin jijik saja.
“Kota ini betul-betul seperti hutan, menyesatkan. Banyak binatang buasnya. Harimau, buaya, badak, ular berbisa, tikus busuk, kadal, bunglon, kecoa, semua ada di sini. Kau harus hati-hati, Nak, agar tidak jadi korban mereka.”
“Bapak mau pulang sekarang?”
“Ya ya, Nak. Diantar sampai rumah ya?”
Norhuda pusing juga. Mencari bunga mawar biru belum ketemu, tiba-tiba kini ada orang tua jembel minta diantar pulang. Sampai rumahnya pula. Dan selama itu ia harus menahan muntah karena bau bacin lelaki tua itu. Meski hatinya agak berat, Norhuda terpaksa menuntun lelaki tuna netra itu. Ia harus sering-sering menahan nafas untuk menolak bau bacin tubuh lelaki tua itu.
“Bapak tinggal di kampung apa?”
“Di kampung seberang.”
“Aduh…. Bapak tadi naik apa ke sini?”
“Kereta api listrik. Tadi Bapak naik dari Bogor , mau pulang, tapi kebablasan sampai sini. Jadi, tolong diantar ya, Nak. Bapak takut kebablasan lagi.”
Norhuda terpaksa mengantar orang tua tunanetra itu, dengan naik KRL dari stasiun Gambir. Begitu naik ke dalam gerbong, lelaki gembel itu langsung mempraktikkan profesinya, mengemis, dan Norhuda dipaksa menuntunnya dari penumpang ke penumpang. Maka, jadilah dia pengemis bersama tunanetra itu, dengan menahan rasa malu dan cemas kalau-kalau kepergok kawannya
“Maaf ya, Nak. Bapak hanya bisa meminta-minta seperti ini untuk menyambung hidup. Tapi, Bapak rasa ini lebih baik dari pada jadi maling atau koruptor. Dulu Bapak pernah jadi tukang pijat. Tapi sekarang tidak laku lagi, karena sudah terlalu tua,” kilah lelaki gembel itu.
***
TURUN dari KRL di Stasiun Lenteng Agung, hari sudah sore. Lelaki tua itu mengajak Norhuda menyeberang ke arah timur, kemudian mengajak menyusur sebuah gang. Tiap ditanya rumahnya di sebelah mana, di gang apa, RT berapa dan RW berapa, lelaki tua itu selalu menunjuk ke timur, hingga keduanya sampai di tepi Kali Ciliwung. Pada saat itulah, tanpa sengaja, Norhuda melihat segerumbul tanaman dengan bunga-bunga berwarna biru tumbuh di pinggir sebuah hamparan rerumputan.
“Sebentar, Pak, saya membutuhkan bunga itu.”
Norhuda bergegas ke tanaman bunga itu, dan betul, bunga mawar biru, yang tumbuh liar di tepi hamparan rerumputan di pinggir jalan setapak yang menyusur lereng Kali Ciliwung. Dia langsung berjongkok dan dengan penuh suka cita memetik beberapa kuntum, serta mencium-ciumnya dengan penuh gairah. Harum bunga itu begitu menyengat, seperti bau parfum yang mahal. Saat itulah, tiba-tiba terdengar suara parau lelaki tua yang tadi bersamanya dari arah belakangnya:
“Nak, ini uangmu. Saya taruh di sini ya. Saya pamit dulu.”
Norhuda langsung berpaling ke arah suara itu. Tapi tak ada siapa-siapa, kecuali sebuah kantong kain lusuh teronggok persis di belakangnya. Dengan matanya, Norhuda mencari-cari lelaki tua itu di tiap sudut jalan dan tepi kali, tapi tidak menemukannya. Aneh, lelaki itu raib begitu saja, pikirnya.
Norhuda merasa sedikit takut. Pikirannya menebak-nebak siapa lelaki gembel yang membawanya ke tempat itu dan raib begitu saja. Malaikatkah dia? Jin? Atau Nabi Hidir? Ia pernah mendengar kisah tentang Nabi Hidir yang konon hidup di sepanjang sungai dan suka menyamar menjadi lelaki gembel. Norhuda merinding memikirkannya.
***
SETELAH mawar biru ada di tangannya, satu-satunya yang terpikir oleh Norhuda adalah segera membawanya kepada kekasihnya, Sovia, yang sedang sekarat di RS Fatmawati. Ia sangaja memilih taksi untuk meluncur cepat ke sana .
Di Adelweis Room, Novia sudah koma. Tangannya diinfus darah merah, hidungnya ditutup masker oksigen. Matanya terpejam dengan rona wajah pucat pasi. Ayah dan ibu sang gadis duduk di dekatnya dengan wajah cemas.
Dengan perasaan cemas pula Norhuda mendekati Sovia dan berbisik di telinganya, “Novia, kau dengar aku. Aku sudah menemukan mawar biru yang kau tunggu. Ini aku bawakan untukmu.”
Tiba-tiba gadis itu membuka matanya, dan pelan-pelan tangannya bergerak, membuka masker oksigen dari hidungnya.
“Mana bunga itu, Sayang,” katanya lirih.
“Ini.”
Dengan tangan kanannya Novia meraih bunga itu, lalu menempelkan ke hidungnya dan menyedot harumnya dengan penuh gairah. Pelan-pelan rona wajahnya menjadi segar.
“Bunga ini akan menyembuhkanku. Ini bunga yang kulihat dalam mimpi. Ini pasti bunga dari sorga. Syukurlah, kau dapat menemukannya. Aku akan memakannya.”
Novia benar-benar memakan bunga itu, helai demi helai kelopaknya. Sesaat kemudian, dengan bibir menyunggingkan senyum, pelan-pelan ia memejamkan matanya. Ia tertidur dengan mendekap sekuntum mawar biru yang tersisa.
Plaosan,06 Maret 2013
Antara Persahabatan dan Cinta
Antara Persahatan dan Cinta |
Langganan:
Postingan (Atom)